PURBALINGGA_Pemerintahan Desa Tajug Kecamatan Karangmoncol berencana melestarikan kerajinan pembuatan kain tenun kluwung gendong. Kain ini merupakan khas kerajinan Desa Tajug sejak masa penjajahan. Hal ini diungkapkan Kades Tajug Kuswoyo, saat roadshow UMKM di Kecamatan Karangmoncol, Kamis (14/11).

Puncak produksi dan harga ketika jaman penjajahan Jepang, dimana masyarakat menggunakan pakaian yang terbuat  dari karung goni, sejumlah warga desa Tajug membuat kain tenun kluwung untuk dipakai sebagai baju. “Produksi tenun kluwung ini juga untuk garmen, dimana masyarakat di luaran masih menggunakan kain dari karung goni yang lebih kasar dan gatal di badan, kami warga Tajug sudah pake kain tenun kluwung, lebih halus dari goni,” tutur Kuswoyo.

Namun saat ini baik produksi maupun pemasaran sudah menurun akibat tergerus perkembangan jaman dan teknologi. Biasanya untuk pasaran tertinggi adalah wilayah Bumiayu dan kain kluwung tidak lagi untuk pakaian atau baju namun sebagai alat menggendong. Para perajin kain tenun klwung di Desa Tajug tinggal 10 orang, 6 masih aktif dan rutin menenun, sedangkan lainnya hanya memproduksi ketika ada pesanan.

Rencananya pemerintahan Desa Tajug akan membuat sebuah kelompok anak-anak atau generasi yang lebih muda, untuk melestarikan pembuatan kain tenun kluwung gendong ini. Sosialisasi adanya pelatihan sudah dilakukan pemerintah desa, namun terhambat oleh kelangkaan bahan baku berupa kapas dan lamanya pekerjaan pembuatan kain tenun.

Proses pembuatan kain tenun kluwung dikerjakan selama lebih kurang dua hari, dimulai dari bahan baku berupa kapas untuk dibuat benang atau disebut proses kantih. Setelah jadi benang langkah selanjutnya berupa pewarnaan, baru bisa ditenun.

Kades Kuswoyo berharap para perajin kain tenun kluwung ini mendapatkan bantuan permodalan untuk mengganti dengan bahan baku yang lebih halus. Dengan harapan harga jualnya akan lebih tinggi.

Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi saat sambutan di acara tersebut mengakui, baru kali ini melihat kain tenun kluwung. Selama ini yang diketahui Tiwi di Kabupaten Purbalingga hanya kerajinan batik. Kain tenun kluwung memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan, terlebih bila sudah mendapatkan pendampingan dari Dinas Koperasi dan UKM.

“Purbalingga tidak hanya ada perajin batik saja, tapi juga menghasilkan kain kluwung. ini saya baru tahu, katanya dulu jaman penjajahan Jepang kain kluwung ini sudah terkenal. Saya minta tolong kepala Dinkop UKM untuk bisa membantu pengembangannya, baik proses maupun pasar. Saya lihat ini punya potensi yang bagus,” tutur Tiwi.

Kepada Kades Tajug, Tiwi minta para peraji tenun kluwung untuk didorong dan disupport agar harga kain tenun kluwung dapat meningkat dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tiwi juga berjanji akan memberikan bantuan berupa alat tenun, agar lebih banyak lagi para perajin yang aktif.

Kabid UMKM Dinas Koperasi Dan UMK Purbalingga Adi Purwanto menjelaskan, sebenarnya di Purbalingga ada dua desa yang memproduksi kain tenun kluwung, yakni desa Tumanggal Kecamatan Pengadegan dan Desa Tajug Karangmoncol. Namun seiring perkembangan jaman, perajin di DEsa Tumanggal tidak lagi memproduksi kain tenun kluwung. Mereka hanya memproduksi benang antihan untuk dikirim ke Pekalongan guna dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kain tenun.

Sedangkan yang masih memproduksi kain tenun kluwung saat ini tinggal perajin yang ada di Desa Tajug Karangmoncol. Saat ini masih ada 10 perajin, meski tidak semuanya memproduksi rutin setiap hari. Harga juga kain tenun ini berkisar Rp 100.000,- per lembar.

Untuk meningkatkan pemasaran, rencananya akan dibuat variasi ukuran, yakni tidak saja untuk kain gendong, namun dibuat untuk souvenir atau semacam syal penghangat leher. (u_humpro).