PURBALINGGA – Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM pimpin Rakor Kemiskinan bersama para Kepala OPD, Rabu (22/12) di Gedung OR Graha Adiguna. Bupati memaparkan Purbalingga sempat mencapai angka kemiskinan paling rendah, yakni 15,03 % di tahun 2019. Akan tetapi 2020 diuji dengan pandemic Covid-19 angka kemiskinan naik jadi 15,90% dan 2021 naik kembali menjadi 16,20%.

“Dua tahun ini angka kemiskinan meningkat akibat dari dampak pandemic Covid-19. Dan peningkatan ini terjadi di seluruh daerah termasuk secara nasional,” kata Bupati.

Dari tren peningkatan kemiskinan, akan tetapi tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan justeru menurun. Indeks Keparahan Kemiskinan 2021 mengalami penurunan dari 0,44% menjadi 0,41%. Untuk tingkat kedalaman kemiskinan turun dari 2,32% menjadi 2,1%.

Dalam rakor ini Bupati memberi sejumlah pengarahan. Diantaranya : Kabupaten Purbalingga harus punya basis data yang akurat, tidak bisa hanya mengandalkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari pusat yang kerap menimbulkan perbedaan dengan kondisi nyata. Tujuan perbaikan data agar setiap bantuan penanggulangan kemiskinan bisa tepat sasaran.

“Kalau bicara data, ujung tombaknya ada di desa. Sesuai aturan, desa bisa gunakan dana desanya untuk melakukan pendataan. Saya minta Bu Sekda awal tahun 2022 surati desa-desa untuk bisa lakukan pendataan warga miskin. Untuk menghimpun basis data, nantinya Pemkab Purbalingga juga perlu melibatkan Ketua RT agar datanya lebih netral,” katanya.

Tidak dipungkiri, berbagai bantuan dari pemerintah pusat terkait penanggulangan kemiskinan kerap masih menggunakan DTKS. Akan tetapi Pemkab Purbalingga harus bisa membackup mereka yang layak mendapatkan namun belum dimasukan, sehingga tidak ada yang ‘kapiran’.

Menurut Bupati, banyak hal yang bisa dikelola untuk penanggulangan kemiskinan, diantaranya menghimpun CSR dari perusahaan-perusahan. Diawali dengan penyelesaian Perda CSR dan pembentukan Tim Pengelola CSR. Kemudian bersinergi dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan di masing-masing OPD hingga desa perlu dibentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat).

“Ini potensi yang luar biasa. Kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Kita harus memikirkan sumber-sumber dana lain untuk penanggulangan kemiskinan,” katanya.

Program-program APBD untuk diprioritaskan kepada 62 desa yakni desa merah termasuk di dalamnya ada desa dengan kemiskinan ekstrim. OPD dan BUMD juga masing-masing diminta mendampingi 62 desa tersebut. Arahan selanjutnya, memanfaatkan mahasiswa KKN dengan tema penanggulangan kemiskinan dan pemulihan ekonomi.

“Pemkab Purbalingga rangkul para local hero untuk jadi lokomotif mengatasi kemiskinan dan pengangguran,” katanya.

Bupati juga mendorong untuk adanya reward bagi desa-desa yang dapat menurunkan angka kemiskinannya signifikan. Reward bisa berupa bantuan keuangan khusus atau dukungan lainnya.

Kepala Bappelitbangda Purbalingga Drs Suroto MSi menyampaikan Kabupaten Purbalingga tahun 2020 terdapat kemiskinan ekstrim 6,6% atau 62.650 jiwa. Sedangkan tingkat kemiskinannya 15,90% atau 142.480 jiwa. Kemiskinan didefinisikan mereka yang memiliki kemampuan daya beli di bawah Rp 472.525 per bulan, sedangkan kemiskinan extreme di bawah Rp 358.230 per bulan.

“Tahun 2019 kita masih terdapat 49 desa merah (desa miskin). Tahun 2020 sempat lulus 12 desa namun di tahun 2021 terbit lagi Keputusan Desa Merah di Kabupaten Purbalingga  sejumlah 49, sama persis sehingga desa yang lulus tadi digantikan desa-desa lain yang merah,” katanya.

Di luar desa merah, Purbalingga juga memiliki desa dengan miskin ekstrim. Yakni sebanyak 25 desa. Setelah diverifikasi dan validasi Dinsosdalduk KBPPPA dari 25 desa di dalamnya terdapat 2407 keluarga miskin ekstrim.

“Dari data tersebut maka rencana desa lokus pendampingan kemiskinan 2022 yakni 49 desa merah ditambah 25 desa miskin ekstrim yang saling beririsan ada yang sama sehingga total ada 62 desa lokus,” katanya.(Gn/Humas)