PURBALINGGA – Para pelaku dan pengelola desa wisata se-Jawa Tengah yang tergabung dalam FK Deswita (Forum Komunikasi Desa Wisata) menyatakan sepakat untuk terus mengembangkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan promosi. Kualitas SDM sangat berpengaruh terhadap kepuasan pelayanan wisatawan yang berkunjung ke desa wisata. Selain itu, upaya promosi melalui berbagai media dan even dinilai berdamak positif terhadap kunjungan wisatawan.

            Kesepakatan tersebut terungkap saat pertemuan FK Deswita se-Jateng yang berlangsung di Desa wisata Panusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Jum’at – Sabtu (26 – 27/8). Pertemuan yang merupakan agenda rutin tiga bulanan membahas persoalan terkini dan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan desa wisata di Jateng. Pertemuan tersebut dihadiri Kepala Seksi Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Kebudayaan & Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, Drs Rastiyono Dwi Putro, M.Si, Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si, dan sekitar 80 orang pengelola desa wisata serta pendamping dari Dinas Pariwisata se-Jateng.

            Sekretaris FK Deswita Jateng, Eko Supriyanto mengungkapkan, FK Deswita dibentuk pada Juni 2014. Forum ini lahir saat diadakan temu mitra pengelola desa wisata di Bali pada tahun 2013 yang difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah. “Pertemuan FK Deswita pertama di desa wisata Samiran, Boyolali. Sedang pertemuan di Desa wisata Panusupan merupakan yang ke-10. “Forum ini pada dasarnya untuk saling bertukar pengalaman, membahas persoalan pengembangan desa wisata, dan sekaligus sebagai wadah untuk melakukan promosi bersama desa wisata,” kata Eko yang juga pengelola desa wisata Kandri, Kota Semarang.

            Eko mengatakan, setiap pertemuan ditetapkan tema yang akan dibahas. Tema berkaitan dengan pengelolaan desa wisata baik dari sisi SDM pengelola, promosi wisata, membangun jejaring, penguatan homestay dan hal lain yang mendesak dibahas. “Kami bersepakat untuk meningkatkan kapasitas SDM pengelola dan pelaku desa wisata agar bisa memberikan pelayanan prima kepada wisatawan. Selain itu, promosi bersama desa wisata juga akan terus dilakukan melalui berbagai even dan kesempatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata, Dinbudpar Jateng, atau lembaga lainnya,” kata Eko.

            Kasi Pengembangan Destinasi Wisata Dinbudpar Jateng, Rastiyono mengungkapkan, dari 8.576 desa di Jateng, saat ini baru ada 170 desa yang mengelola desa wisata. “Jawa Tengah ditetapkan oleh Kementrian Pariwisata memiliki empat destinasi unggulan yakni Borobudur, Karimunjawa, Dieng dan Sangiran. Selain itu, Jateng juga memiliki desa-desa wisata yang menarik untuk dikunjungi wisatawan. Oleh karenanya, para pengelola desa wisata di Jateng harus terus meningkatkan kualitas pengelolaanya, dan melakukan promosi yang terus menerus,” kata Rastiyono.

            Rastiyono mengatakan, Dinbudpar Jateng akan terus mendampingi desa-desa wisata dengan melakukan pendampingan antara lain, fasilitasi promosi melalui even-even tertentu yang telah terjadwal, melakukan temu mitra dengan pengelola desa wisata di Bali, even bersama dan sejumlah kegiatan lainnya. “Kami berharap, desa wisata bisa mengambil peran untuk menyedot kunjungan wisatawan ke Jateng,” harapnya.

            Sementara usai pemaparan potensi desa wisata Panusupan oleh fasilitator pendamping desa wisata Aris Widianto, sejumlah pengelola desa wisata di Jateng memuji perkembangan desa wisata Panusupan. Bahkan, sejumlah pelaku desa wisata dan pendamping dari dinas pariwisata di kabupaten lain menyatakan iri dengan kebijakan Pemkab Purbalingga melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) yang sangat intens mengembangkan desa wisata. “Kami ingin Dinbudpar Pov Jateng mendorong agar kepala SKPD pengelola pariwisata peduli dengan pengembangan desa wisata dan agar mencontoh Purbalingga dalam mengembangkan desa wisata. Purbalingga saja bisa menempatkan tenaga fasilitator untuk mendampingi desa wisata, kenapa di Kudus tidak bisa,” ujar Handayani, salah satu pengelola desa wisata dari Kabupaten Kudus.

            Hal senada disampaikan Muharno, ketua Pokdarwis Pantai Laut Selatan (PLS) yang mengelola kampung wisata Karangbanar, Jetis Nusawungu Cilacap. Muharno mengaku termotivasi dengan pengembangan desa wisata di Purbalingga khususnya desa Panusupan. “Dinbudparpora Purbalingga sangat mendukung pengembangan desa wisata, kami terus terang iri, namun juga termotivasi untuk mengembangkan terus desa wisata kami,” kata Muharno.

            Ahmad Soimi, dari Desa wisata Benowo, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo juga memuji upaya untuk menggerakan masyarakat membangun desa wisata. “Saya kagum dengan cara memotivasi warga untuk ikut ambil bagian dalam mengumpulkan modal untuk membangun destinasi wisata di desa,” kata Ahmad Soimi.

            Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengungkapkan,  Kebijakan Pemkab Purbalingga untuk mengembangkan pariwisata khsuusnya desa wisata adalah sebagai salah satu upaya untuk menjawab persoalan dan tantangan di Purbalingga. Persoalan mendasar itu yakni angka kemiskinan yang mencapai 20,05 persen, angka pengangguran 5,13 persen dan banyaknya rumah tidak layak huni di desa-desa yang mencapai 27.533 rumah.

            “Pengembangan potensi desa wisata dengan memberdayakan masyarakat desa sepenuhnya, merupakan salah satu upaya dan jawaban untuk mengatasi persoalan mendasar tersebut. Hal ini telah dibuktikan, pergerakan ekonomi di desa wisata mulai tumbuh dan meningkat. Seperti halnya desa wisata Panusupan, yang semula terbelakang, saat ini mulai terangkat dengan wisatanya. Saat ini saja, sejak awal Januari hingga kini sudah 91.000 wisatawan datang ke Panusupan, dan wisatawan itu tentunya memberikan pemasukan bagi pengelola desa wisata, pengelola parkir di desa, para pedagang, pemilik homestay dan lainnya,” kata Prayitno.

            Sedang menyangkut penempatan tenaga fasilitator, Dinbudparpora mulai menempatkan sejak tahun 2015. Para tenaga fasilitator itu terseleksi dan ditargetkan mampu mengangkat potensi desa dari sisi wisatanya. “Tenaga fasilitator dikontrak selama 10 bulan dalam satu tahun, mereka harus bersinergi dengan Dinbudparpora, pemerintahan desa dan para pegiat wisata di desa untuk mengembangkan desa wisata,” kata Prayitno. (y)