PURBALINGGA  – Kabar tidak menyenangkan tentang dihapusnya tunjangan profesi guru membuat Ketua Pengurus Besar Perastuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo angkat bicara. Menurut Sulistiyo, pihaknya tidak akan tinggal diam apabila sampa tunjangan profesi guru sampai dihapus.

“Jadi kalau ada pejabat di salah satu kementrian yang mengatakan dalam Undang-Undang  Aparatur Sipil Negara (UU ASN) akan menghapus tunjangan profesi guru, tentu PGRI tak tinggal diam serta tidak mundur selangkahpun,”tutur Ketua PB PGRI di Pendapa Dipokusumo, Sabtu (14/11) saat menyampaikan materi pada acara Seminar Pendidikan Dalam Rangka HUT PGRI Ke-70 dan Hari Guru Nasional Tahun 2015 dihadapan Penjabat Sekda Purbalingga Kodadiyanto mewakili Penjabat Bupati Purbalingga dan ratusan guru Se-Kabupaten Purbalingga.

Menurut Sulistiyo, kabar tersebut merupakan wacana yang membuat gelisah para guru. Sehingga pihaknya menampik akan adanya penghapusan tunjangan profesi guru. Selain itu, kalau hal tersebut sampai terjadi, Jakarta akan dibanjiri demo para guru.

“Saya mengingatkan, kalau pemerintah sampai menghapus tunjangan profesi, terpaksa akan terjadi tsunami di Jakarta,”tuturnya.

Menurutnya, dengan adanya UU ASN hal tersebut agar dikaji secara yuridis, karena dalam hukum  lex specialis (undang-undang khusus mengesampingkan undang-undang yang sifatnya umum), pengertiannya, kalau ada  atau dalam UU yang sifatnya khusus itu harus diprioritaskan.

“Jadi ketika mengatur guru yang harus dipiroritaskan adalah UU guru. Karena  UU ASN  hanya untuk mengatur ASN. Sedangkan guru yang masuk dalam ASN hanya sebagian, yaitu guru PNS dan  untuk guru Non PNS, itu tidak masuk bagian ASN. Itu yang perlu dipahami,”ujarnya.

Sulistiyo juga menuturkan,  selain tunjangan profesi guru yang diperjuangkan, pihaknya juga akan memperjuangkan agar guru honor di sekolah negeri bisa ikut sertifikasi. Hal tersebut berdasarkan PP No 74 Tahun 2008 Tentang Guru pada pasal 1 ayat 8 menyatakan, bahwa guru tetap adalah guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah (pemda) atau badan penyelenggara pendidikan, dan satuan pendidikan untuk jangka waktu minimal dua tahun. Selain itu juga tercatat dalam adminsitrasi satuan pangkat dan melaksanakan tugas sebagai guru, hal tersebut dinamakan sebagai guru tetap.Sedangkan dalam UU Guru, tidak ada istilah guru honor, yang ada guru tetap

“Sebenarnya dalam UU Guru tidak ada istilah guru honor, yang ada guru tetap, jadi kalau guru honorer meminta kepala daerah mengangkat guru menjadi GTT itu dilarang. Karena pejabat mengangkat honorer tidak dibolehkan termasuk di satuan pendidkan. Di UU tidak dikenal guru honorer, justru kalau diangkat menjadi guru tetap,”ungkapnya.

Sulistiyo menegaskan, bahwa guru tetap berhak mendapat tunjangan profesi , hal tersebut sudah diatur dalam pasal 15 ayat 2 huruf g yang berbunyi, guru tetap berhak mendapatkan tunjangan profesi.

 “Sebenarnya  guru honor yang diangkat minimal 2 tahun bekerja sebagai guru dan tercatat dalam administrasi satuan pangkat walaupun hanya diangkat oleh kepala sekolah (kepsek). Sehingga mereka bisa  mengikuti sertifikasi dan mendapatkan tunjangan profesi.  Itu yang betul menurut PP 74,”ungkapnya.

Akan tetapi kata Sulistyo, Kementrian Pendidkan, membuat pedoman sertifikasi yang mendegradasi (memundurkan) pengertian guru tetap menjadi dua,  yaitu guru PNS dan guru tetap yayasan di sekolah swasta. Padahal menurut hukum peraturan yang ada dibawahnya itu tidak boleh bertentangan  dengan yang diatasnya. “Jadi ada peraturan menteri yang bertentangan dengan PP itu tidak boleh, tapi dunia pendidikan di Indonesia itu terjadi, dan hal tersebut yang menjadi masalah,”jelasnya..

Dalam kesempatan tersebut, dituturkan Sulistyo, pihaknya mengusulkan, agar guru honor memperoleh penghasilan minimal yang diatur dalam pasal 14 ayat 1 huruf a. Yaitu guru berhak mendapat penghasilan diatas kebutuhan hidup minimal serta jaminan kesejahteraan sosial. Selain itu, PGRI  juga sudah membuat kajian agar UMR guru minimal Rp 3.150.000. Karena UMR guru berbeda dengan UMR pabrik temasuk guru. Pegawai pabrik tidak perlu membeli buku, kalau guru perlu membeli buku. (Sukiman)