PURBALINGGA INFO – Kabupaten Purbalingga kembali menorehkan catatan baru dengan meraih rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) pada gelaran Festival Gunung Slamet (FGS) ke-8 yang berlangsung pada 4–6 Juli 2025 di Kawasan Wisata D’LAS (Lembah Asri Serang), Desa Serang, Kecamatan Karangreja.
Rekor yang dicatatkan adalah pemecahan rekor makan nasi 3G terbanyak di Indonesia, bahkan dunia, dengan total 8.888 porsi. Nasi 3G merupakan kuliner khas Desa Serang dan masyarakat sekitar lereng Gunung Slamet, yang terdiri dari nasi jagung, oseng Gandul (pepaya), Gundil (tempe goreng), dan Gereh (ikan asin).
Pemecahan rekor dilakukan usai kirab budaya dan prosesi pengambilan air dari mata air Sikopyah. Ribuan pengunjung tampak antusias mengikuti kegiatan tersebut, bahkan berebut ingin mencicipi hidangan nasi 3G yang disajikan dalam momen langka ini.
Bupati Purbalingga, Fahmi Muhammad Hanif, menyampaikan bahwa pemecahan rekor MURI ini bukan sekadar pencapaian, melainkan bagian dari upaya melestarikan kekayaan kuliner lokal yang memiliki nilai budaya dan sejarah.
“Rekor MURI ini kita agendakan karena Nasi 3G merupakan kuliner tradisional asli Desa Serang yang perlu kita lestarikan. Tujuannya agar nasi 3G yang menjadi makanan khas masyarakat lereng Gunung Slamet, khususnya Desa Serang, bisa semakin dikenal luas. Sekaligus, ini menjadi cara untuk mengangkat citra Festival Gunung Slamet agar semakin menarik dan dikenal di tingkat nasional,” ujar Bupati Fahmi, Sabtu (5/7/25).
Bupati Fahmi juga menjelaskan bahwa angka 8.888 dipilih sebagai simbol dari edisi kedelapan Festival Gunung Slamet, sekaligus untuk menambah daya tarik dan keunikan acara. Ia berharap kegiatan ini dapat semakin memperkuat citra FGS sebagai ajang budaya yang konsisten menyajikan hal-hal baru setiap tahunnya.
Sementara itu, Kepala Desa Serang, Sugito, menuturkan bahwa nasi 3G memang telah menjadi ciri khas Festival Gunung Slamet sejak awal digelar. Lebih dari sekadar hidangan, kuliner ini juga memiliki keterkaitan dengan kebiasaan warga sekitar Gunung Slamet saat gunung tersebut menunjukkan aktivitasnya.
“FGS memang identik dengan nasi 3G, karena hidangan ini berkaitan erat dengan kebiasaan masyarakat saat Gunung Slamet aktif. Saat kondisi seperti itu, warga biasanya diminta untuk memasak oseng gandul. Karena di sini memang makanan khasnya nasi jagung, dilengkapi dengan lauk gundil dan gereh. Dari situlah nasi 3G menjadi bagian dari kebiasaan yang akhirnya diwariskan secara turun-temurun,” jelasnya.
Usai pemecahan rekor, acara dilanjutkan dengan gelar budaya Lingkar Slamet yang melibatkan lima kabupaten sekitar Gunung Slamet: Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Banyumas. Selain itu, tahun ini juga turut hadir peserta dari Semarang dan Kendal, sebagai bentuk sinergi budaya antarwilayah.
“Kita melibatkan kabupaten-kabupaten di sekitar Gunung Slamet untuk ikut mengisi acara di Festival Gunung Slamet ini. Supaya terjalin satu keakraban, satu kebersamaan, khususnya masyarakat ataupun kebudayaan di sekitaran lereng Gunung Slamet,” ujar Sugito.
Dukungan terhadap Festival Gunung Slamet juga datang dari Kementerian Pariwisata RI. Asisten Deputi Event Daerah, Reza Fahlevi, yang hadir mewakili Menteri Pariwisata, menyampaikan bahwa FGS termasuk dalam daftar Karisma Event Nusantara (KEN) 2025, sebuah program kurasi nasional untuk 110 event unggulan daerah.
“Festival Gunung Slamet ini merupakan salah satu event yang masuk ke dalam Karisma Event Nusantara. Tentu harapan kita event-event di daerah ini selain sebagai ruang kreativitas, pelestarian seni tradisi, budaya, tapi juga menjadi daya tarik wisata. Tentu juga memberi dampak yang besar kepada masyarakat, khususnya UMKM di sekitar pelaksanaan event ini,” jelas Reza.
Ia menambahkan bahwa pihak kementerian akan terus mendorong agar festival-festival daerah seperti ini dapat naik kelas dan menjangkau skala yang lebih luas, baik nasional maupun internasional. (dhs/Kominfo)