PURBALINGGA – Stunting (Kerdil) atau kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi berpotensi merugikan  bagi negara sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Hal itu disampaikan oleh Konsultan Kesehatan dan Gizi Nasional Prof Dr Hamam Hadi SD MSi dalam acara Pertemuan Advokasi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Bersama Tim Advokasi Stunting Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Purbalingga Tahun 2018, Jumat (5/10) di OR Graha Adiguna Kompleks Pendopo Dipokusumo Purbalingga.

“Jika PDB negara kita Rp 13.000 triliun pada 2017, maka diperkirakan potensi kerugian akibat stunting dapat mencapai Rp 300 triliun per tahun,” papar Hamam.

Ia menjelaskan Stunting berkorelasi dengan perekonomian lantaran ada beberapa hal buruk yang ditimbulkan. Beberapa konsekuensi stunting yang ia kemukakan diantaranya kesakitan dan kematian anak meningkat, kualitas akademik menurun, produktifitas menurun dan kegemukan meningkat.

Ada 4 faktor penyebab stunting yang Multidimensional sehingga penanganannya harus Multisektor. Diantaranya praktek pengasuhan yang tidak baik khususnya anak usia 0 – 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI ekslusif; Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan Ante Natal Care (ANC); Kurangnya akses makanan bergizi dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

“Adapun kegiatan penanggulangan stunting, diprioritaskan pada perlakuan 1000 hari pertama kehidupan mulai awal kehamilan sampai usia 2 tahun. Mulai dari pemenuhan gizi ibu hamil melalui bantuan PMT (Pemberian Makanan Tambahan), Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sesaat setelah persalinan, menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat,” katanya.

Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Purbalingga, Wahyu Kontardi SH menyampaikan hasil pemantauan status gizi di Kabupaten Purbalingga menunjukkanpenurunan yakni : tahun 2015 sebanyak 70 anak (0,09%), 2016 sebanyak 58 anak (0,10%) dan 2017 senyak 58 anak (0,08%).

“Sedangkan prevalensi balita stunting (pendek) di Purbalingga selama 3 tahun terakhir berturut-turut, mulai tahun tahun 2015 sebesar 26%, 2016 sebesar 23,10%, 2017 sebesar 22,90%. Hal ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 36,75%,” ungkapnya.

Ia menginformasikan, Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu dari 11 kabupaten di Jawa Tengah yang terpilih menjadi kabupaten prioritas penurunan stunting. Ada 10 desa di Purbalingga sebagai lokus kegiatan penurunan stunting ini. Diantaranya Desa Pelumutan, Cilapar, Desa Sempor, Brecek, Candinata , Kradenan, Selaganggeng, Sangkanayu, Bantarbarang, dan Desa Kalitinggar Kidul.

“Sementara dari hasil penimbangan serentak yang dilakukan pada bulan Pebruari 2018 di 10 desa tersebut didapat data dari terendah adalah 5,49%  yakni Desa Selaganggeng, dantertinggi 20,99% yakni Desa Kradenan. Sedangkan rata-rata dari 10 desa prioritas adalah 11,90%,” katanya.

Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab stunting. Oleh karenanya Pemkab Purbalingga juga melakukan intervensi terhadap 45 desa miskin di Purbalingga juga desa-desa atau kelurahan dimana didalamnya ada penduduk miskin dengan melaksanakan pembangunan yang pro poor.

Disamping itu untuk mewujudkan generasi yang berkualitas menuju bangsa yang sehat dan kuat, kata Wahyu maka perbaikan gizi balita perlu dilakukan sejak dini yaitu sejak dalam kandungan sampai anak usia 5 (lima) tahun.

“Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu adanya partisipasi aktif dari berbagai pihak. Adapun upaya atau langkah yang sudah kami laksanakan diantaranya melalui sosialisasi melalui media massa dan berbagai ormas/keagamaan, pelaksanaan Germas di setiap wilayah kecamatan, pemberian PMT, vitamin A, obat cacing dan sebagainya,” ungkapnya.(Gn/Humas)