PURBALINGGA, HUMAS – Kasus gizi buruk ternyata tidak selalu terjadi pada keluarga miskin yang kekurangan pangan. Balita yang mengalami gizi buruk lebih banyak disebabkan ketidaktahuan orang tua tentang asupan makanan bergizi, bukan karena ketidakmampuan finansial.
“Saya sering menemukan, balita gizi buruk ibunya lemu ginak-ginuk, leher tangan dan jarinya dipenuhi perhiasan emas,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Ir Setiyadi MSi dalam sambutannya mewakili Bupati Purbalingga dalam Penerimaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Bina Cipta Husada Purwokerto di Ruang Ardi Lawet Setda Purbalingga, Kamis (13/7).
Setiyadi menyampaikan para orang tua hanya memberikan makanan kepada anak di saat anak minta dan asal kenyang, tanpa memperdulikan apakah makanan itu mengandung nilai gizi yang seimbang atau tidak. Karenya, dia berharap, para mahasiswa dapat memberikan kesadaran kepada para orang tua tentang makanan bergizi seperti apa saja yang dibutuhkan balitanya.
“Mahasiswa harus ikut berpartisipasi menanggulangi dan memperkecil kematian bayi dan balita serta berupaya agar balita mampu tumbuh kembang sehat, melalui promosi penyediaan makanan dan gizi yang baik,” jelasnya.
Setiyadi menambahkan secara umum kondisi kesehatan masyarakat Purbalingga terus mengalami kemajuan menggembirakan. Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2011 sebanyak 10,9 per 1000 kelahiran dari target nasional 24 per 1000 kelahiran. Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 99,8 per 100.000 kelahiran dari target nasional 118 per 100.000 kelahiran. Meningkatnya angka harapan hidup ini menjadi indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan.
 
Mahasiswa ‘Sepuh’
 Dari sebanyak 102 mahasiswa STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto yang akan melaksanakan KKN PKMD, sebagiannya terlihat sudah berumur. Mereka para bidan yang telah memiliki ijin praktek sebelumnya tapi harus menempuh jenjang Diploma III (DIII) untuk memperoleh ijin prakteknya secara sah. Hal ini sebagai konsekuensi logis pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan No. Hk.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, khususnya Bab II Pasal 2 ayat 3.
Tampak Bidan Senior yang telah lama pensiun, Nilawati, berbaur sebagai mahasiswa. Menurut Nila, ijazahnya yang dulu hanya D1 sehingga mau tak mau dia harus menempuh kuliah DIII Kebidanan agar tetap diijinkan menjalankan praktek.
“Kalau tidak kuliah lagi, ya plang saya nanti diturunkan,” ujar bidan sepuh yang masih laris ini.
Seperti mahasiswa lainnya, Nilawati dan rekan-rekannya sesama bidan professional tetap harus menjalani KKN sesuai lokasi yang telah ditentukan. Rencana ada lima desa di Kecamatan Pengadegan yang akan mereka tempati, meliputi Desa Pengadegan, Larangan, Karangjoho, Bedagas dan Tegalpingen.
Namun karena usia dan factor kesehatan, menurut Ketua STIKes Bina Cipta Husada Purwokerto, dr Rahmat Basuki MH, para mahasiswa ‘sepuh’ ini diberi dispensasi tidak harus tinggal di lokasi sebagimana mahasiswa yang masih belia. Mereka hanya diwajibkan berkunjung pada tiap kegiatan yang telah dijadwalkan.(humas/cie).