PURBALINGGA – Produsen bulu mata palsu Purbalingga menghadapi persaiangan sengit kompetitor dari China. Produksi bulu mata palsu dari China kualitasnya semakin menyamai produksi bulu mata palsu asal Purbalingga. Dari  sisi harga, lebih murah dibanding dari Indonesia. Disisi lain, produktivitas tenaga kerjanya juga lebih unggul di China.

Hal tersebut terungkap saat kunjungan Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ, MM ke sejumlah pabrik rambut di Purbalingga, Kamis (10/10). Pabrik rambut yang dikunjungi yakni PT Indokores Sahabat, PT Hyup Sung, PT Sun Chang Indonesia, ketiganya merupakan perusahaan PMA (Penanaman  Modal Asing) dari Korea Selatan, satu perusahaan pabrik rambut Bintang Mas Triyasa (BMT) yang merupakan investor PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).

“Selain perekonomian global khususnya di Eropa dan Amerika yang lesu, persaingan pabrik bulu mata palsu di China semakin pesat. Produksinya lebih banyak, produktivitas tenaga kerjanya juga lebih baik, bahkan bisa 9 kali lebih tinggi dari produktivitas pekerja rambut di Purbalingga. Ini yang mengakibatkan ekspor bulu mata palsu Purbalingga berkurang dan melemah,” kata Bupati  Dyah Hayuning Pratiwi.

Dikatakan Bupati Tiwi, ditengah situasi pasar produksi bulu mata palsu yang melemah, pihaknya meminta semua pihak untuk menahan diri. Dari sisi pekerja, perusahaan mau tidak mau harus mengurangi karyawan agar usahanya tetap berjalan. “Beberapa perusahaan PMA bahkan sudah mulai melirik usaha di luar negeri seperti Kamboja, dengan situasi yang kondusif dan upah serta produktivitas tenaga kerjanya lebih baik. Kami berharap semua pihak untuk ikut situasi agar lebih baik, dan permintaan kembali pulih. Jika ada permasalahan, diselesaikan dengan baik dan musyawarah sesuai ketentuan regulasi ketenagakerjaan,” katanya.

Sementara itu, Owner PT Indokores Sahabat Mr Hyung Don Kim mengungkapkan, pihaknya hanya butuh ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan usaha. Saat ini perusahaan boleh dikatakan stagnan. “Jika pasaran lesu seperti saat ini, dan kondisi tidak nyaman, kami memprediksi perusahaan hanya bisa bertahan 5-10 tahun,” kata Mr Kim.

Mr Kim menambahkan, kompetitor bulu mata palsu yang bersaing ketat dari Purbalingga yakni dari China. Sementara untuk wig masih bagus kualitasnya dari Purbalingga, dan belum mampu tersaingi. “Dari sisi bahan baku, kami mengandalkan dari India dan China. Bahan baku rambut sintetis dari Indonesia kualitasnya kurang bagus, bahkan banyak dicampur bahan lain. Ada juga bahan baku rambut sintetis yang sambungan,” kata Mr Kim.

Di tempat terpisah, owner PT Hyup Sung Indonesia Song Hyung Keun mengakui, produksi bulu mata palsu di perusahaannya menurun tajam seiring dengan permintaan pasar yang menurun karena bersaing dengan China. Biasanya rata-rata produksi per bulan 1,3 juta piece, namun saat ini menurun hingga 30 persen. “Mau tidak mau, kami harus mengurangi jumlah karyawan dari 1.900 orang menjadi 1.300 orang.

Mr Song menambahkan, produktivitas tenaga kerja di China lebih tinggi dari Purbalingga. Bahkan, mereka cenderung meminta lembur bekerja. Mentalitas pekerjanya sangat bagus sehingga produksinya meningkat tajam.

“Dari sisi harga, bulu mata palsu China lebih murah. Dari sisi kualitas juga sudah menyerupai produk rambut Purbalingga yang dikerjakan secara manual. Oleh karenanya, kami mengistilahkan, untuk menyelamatkan perusahaan harus memotong ekornya dulu, daripada badannya ikut termakan. Caranya dengan mengurangi karyawan dan meningkatkan produktivitas pekerja serta inovasi produk,” kata Mr Song. (yit-Humas Protokol Pbg)