Sate Blater sedikit berbeda dengan sate ayam pada umumnya. Biasanya sate ayam dibakar dalam keadaan mentah. Tapi Sate Blater, sebelum dibakar telah terlebih dahulu diolah. Sehingga rasanya semakin nyus, keawetannya juga lebih lama. Jadi bisa buat oleh-oleh, kan?

Dulu, saat orang ingin menikmati sate ayam khas Purbalingga, harus datang ke Desa Blater Kecamatan Kalimanah. Desa yang menjadi lokasi kampus Fakultas Teknik Unsoed ini memang sentra sate ayam yang dikenal enaknya.

Keunggulan Sate Blater terletak pada proses pengolahannya. Karena sebelum dibakar, daging sate diolah terlebih dahulu. Mulai dari perendaman di air mendidih selama hitungan menit, hingga perendaman di dalam bumbu khas Blater hingga meresap ke dalam daging dengan sempurna. Setelah itulah, sate baru dibakar.

Sate Blater yang baru matang luar biasa lezat. Dimakan dalam keadaan panas dan kering, rasanya dominan manis namun gurih sungguh memberikan sensasi yang aduhai di mulut. Lebih cocok disantap dengan irisan lontong. Tapi tenang saja, sate ini tetap enak meski dalam keadaan dingin, bahkan setelah tiga hari sekalipun. Hah, tiga hari?

Ya, keawetan Sate Blater bukan karena tambahan pengawet, tapi karena proses pengolahan dari daging mentah menjadi sate cukup lama. Itulah mengapa daging ayam potong yang digunakan hanyalah ayam yang sudah cukup umur. Fungsinya agar penyusutannya tidak terlalu drastis. Proses yang lama inilah dipercaya membuat Sate Ayam Blater relatif awet dan kuat hingga tiga hari.

Selama ini ada semacam pakem, pedagang Sate Blater tidak boleh berjualan di luar Desa Blater. Untuk penusuknya, bukanlah dari bambu seperti umumnya penusuk sate, tapi dari lidi pohon kelapa. Meski menjadi ciri khas, namun banyak pedagang yang menyadari hal ini sedikit menghambat perkembangan sate ayam dengan resep turun-temurun ini.

Indra, adalah salah satu pedagang sate yang menyadari hambatan dari berlakunya pakem ini. Diapun memberanikan diri berdagang Sate Blater di luar Desa Blater, tepatnya di sebuah kios di sebuah perempatan tengah kota di Jl Kapten Sarengat.  Kios ini semula digunakannya untuk usaha jual beli ayam potong dan cabut bulu. Kini usaha ayam potong tetap dijalankan, tapi oleh kerabatnya.

“Usaha ayam potong tetap dijalankan, tapi oleh kakak saya. Fungsinya ya  untuk memasok kebutuhan bahan baku sate ayam Blater disini,” ujar Indra.

Untuk penusuknya, Indra juga menggunakan penusuk sate dari bambu. Alasannya, penusuk dari lidi mudah rapuh saat dibakar di atas arang.

Keberanian Indra ini memang sempat ditentang oleh para sesepuh dan sesama pedagang Sate Blater. Mereka khawatir keaslian Sate Blater akan semakin pudar. Namun, keberadaan warung Sate Blater Indra di tengah kota yang mudah dijangkau, mengobati kerinduan pecintanya yang tak sempat bertandang ke Desa Blater. Sejak itu, cukup banyak pedagang Sate Blater yang mengikuti jejak Indra berjualan di luar desanya.

Jadi terserah Anda, jika memiliki cukup waktu untuk menjelajah kuliner langsung dari sentranya, datang saja ke Desa Blater Kecamatan Kalimanah di belakang kompleks kampus Fakultas Teknik Unsoed. Ada banyak pilihan pedagang sate yang siap memanjakan lidah Anda.

Namun jika waktu Anda sempit dan hanya membeli dalam jumlah kecil, cukuplah bertandang ke warung Sate Blater Indra. Memang siy, harganya lebih tinggi dibanding dari sentranya. Tapi masih terjangkau kok, karena satu tusuk dihargai Rp 1.200 saja. (*)