PURBALINGGA- Sedekah Larung sungai Gintung akan menjadi agenda rutin Desa Pagerandong Kecamatan Kaligondang. Kegiatan tersebut menurut Kepala Desa Pagerandong, Triadi Hernowo merupakan kali pertama dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pagerandong guna menyambut bulan Suro atau Muharam, yang biasanya dilakukan pergelaran wayang kulit semalam suntuk.

” Tujuan kegiatan ini bukan keluar dari akidah keagamaan, namun menjadi sebuah pendidikan, seperti sedekah larung yang menggambarkan perwujudan keikhlasan sedekah kepada orang-orang yang tidak mampu,” katanya, Minggu (24/9)

Kemudian kegiatan nglalap berkah mempunyai nilai filosofis yakni ajakan kepada masyarakat apa yang kita miliki bukan milik kita sendiri, yakni milik orang-orang yang tidak mampu. Sehingga dari filosofi ini warga Pagerandong dapat meningkatkan zakat mal.

“Kita tidak menduakan sang Maha Pencipta, namun harapannya kegiatan keagamaan di Pagerandong lebih meningkat,” katanya.

Dia juga berharap kepada pemerintah daerah Purbalingga untuk bisa mendukung kegiatan Larung sungai Gintung sehingga pengembangan budaya di Pegerandong bisa lebih baik lagi kedepannya. Selain itu juga bisa menarik wisatawan agar berkunjung ke wisata Makam Wangi, selain bisa berselfie juga bisa menikmati wisata religi, karena disana ada semacam petilasan satria Pajajaran dan syeh atas angin.

Sedangkan ketua Forum Pelestarian dan Cagar Budaya Desa Pagerandong, Sutarko Gareng mengatakan selain kegiatan sedekah larung dan ngalalap berkah juga telah dilaksanakan bersih makam wangi. Kemudian juga dilaksanakan wayang kulit pada siang harinya dan kesenian Barongsai.

Terkait dengan prosesi ngalalap berkah Sutarko menjelaskan kegiatan tersebut dinamakan glalap berkah boga saketi yang digambarkan seribu bahan makanan dari hasil bumi Pertiwi. Bahan makanan tersebut dikumpulkan dari masyarakat kemudian diberikan ke masyarakat dengan cara rebutan dalam artian masyarakat harus aktif agar bisa mendapatkan berbagai makan tersebut.

” Seperti sayuran seperti terong, kangkung harapannya bisa dimasak dirumahnya sehingga bisa lebih berkah. Sedangkan yang berbentuk biji-bijian seperti padi jagung nantinya bisa ditanam sehingga hasil pertanian bisa lebih melimpah. Terkait bentuk menyerupai gunung mempunyai makna semua orang akan kembali ke Sang Pencipta,” jelasnya.

Kemudian untuk sedekah larung berupa kepala kambing, Sutarko mengatakan kepala merupakan kumpulan semua panca indera ada disana. Selanjutnya untuk membawa sedekah larung menggunakan joleng dalam bentuk joglo mengambarkan sedekah larung merupakan budaya Jawa yang sangat kuat.

” Joleng itu sendiri merupakan akronim ojo lengah, dalam artian masyarakat jangan lengah dikehidupan sehari-hari, dan selalu ingat kepada Tuhan sang pencipta,” pungkasnya (PI-2).