PURBALINGGA, HUMAS – Tergerak ingin menularkan pengalamannya selama tiga tahun magang bekerja di Jepang, dua warga Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, bersiap menularkan ’virus’ budaya kerja orang Jepang di Purbalingga. Dua warga itu masing-masing Agus Buchori (27) dan Miroj (29).  Keduanya kini telah merintis Lembaga Pendidikan Kursus Swasta (LPKS) Tsubomi yang berada di Jalan Jenderal Soedirman Purbalingga.
            Keduanya dengan diantar Staf Ahli Bupati Purbalingga Ir Gunarto menemui Wakil Bupati Drs H Sukento Ridho Marhaendrianto, MM di rumah jabatan wabup, Senin (11/6).
            Agus dan Miroj mengatakan, pengalamannya selama magang bekerja di Jepang akan sangat bermanfaat jika ditularkan kepada warga masyarakat Purbalingga. Budaya kerja warga Jepang yang disiplin dan efisien dalam memanfaatkan waktu, patut dicontoh. ”Kami ingin mengaplikasikan culture Jepang bagi warga masyarakat Purbalingga. Culture ini tentunya hal yang baik seperti bahasa, budaya dan sistem kerja,” kata Agus yang dibenarkan Miroj.
            Selama magang di Jepang, Agus bekerja di industri pengelasan, sedang Miroj bekerja di industri pengecatan mobil. Selama bekerja, keduanya juga mendapat tambahan kursus bahasa Jepang di tempat kerjanya di kota Shiga Ken di wilayah Perfektur Shiga. Gaji yang diterima pada tahun pertama bekerja sebanyak 70.000 Yen atau sekitar Rp 7 juta per bulan. Gaji ini meningkat pada tahun kedua sebanyak 80.000 Yen, dan pada tahun ketiga sebanyak 100.000 Yen.  Gaji ini belum termasuk uang lembur dan lainnya.
”Untuk biaya hidup kami rata-rata di Jepang sekitar 20 persen dari gaji. Ketika pulang ke Indonesia, rata-rata kami membawa uang bersih sekitar Rp 200 juta. Uang ini sudah dikurangi biaya kami berangkat magang,” kata Agus.
Setelah pulang ke Indonesia, Agus yang alumni SMAN 1 Purbalingga melanjutkan kuliah di D-3 Sastra Jepang Undip, sedang Miroj yang alumni SMAN Rembang memilih mendirikan usaha cafe.  Keduanya, kini bergabung mendirikan LPKS Tsubomi. ”Kami ingin menularkan ’virus’ orang Jepang kepada warga masyarakat di Purbalingga. Kami juga telah menjalin kerjasama langsung dengan perusahaan di Jepang untuk bisa mengirimkan tenaga magang ke negeri Sakura,” katanya.
Wakil Bupati Sukento Ridho Marhaendrianto memberikan apresiasi atas kiprah keduanya untuk menularkan pengalaman kepada warga Purbalingga lain khususnya kalangan anak-anak muda. ”Kalau kita bisa mengirimkan 20 orang saja per tahun untuk magang ke Jepang, maka akan membentuk tenaga-tenaga terampil dan memiliki culture kerja orang Jepang yang disiplin, efisien dan menghormati orang lain,” kata Wabup Sukento.
Menurut Sukento, ada banyak culture orang Jepang yang bisa diaplikasikan di Purbalingga. Pola hidup mereka disiplin, bersih, suka menabung, tidak foya-foya dan menghargai pendapat orang lain. ”Kalau orang Purbalingga, ketika mendapat uang Rp 200 juta, masih membelanjakannya untuk kepentingan konsumtif. Bangun rumah, beli mobil, beli alat-alat elektronik dan lainnya. Sudah dapat uang banyak tidak mau bekerja. Namun, setelah satu tahun, tanpa usaha apa-apa sudah kehabisan uang, akhirnya harta benda yang ada dijual lagi,” tutur Sukento.
Sukento berharap, tenaga dari Purbalingga yang dikirim ke Jepang harus mampu mempelajari sebanyak-banyaknya. Misalnya membuat sumpit, harus dipelajari hal sekecil mungkin, sehingga ketika pulang ke Purbalingga bisa membuka usaha dan harapannya bisa diekspor ke Jepang. ”Tenaga kita juga harus bisa belajar sambil bekerja, atau learning by doing, sehingga memiliki kemampuan lebih,” harap Sukento. (Humas/y)