PURBALINGGA- Terhadap sesuatu hal yang belum tentu kebenarannya, Aparatur Sipil Negara (ASN) harus melakukan tabayun dulu, meneliti dan menyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya. Sebagai ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsi telah dibekali dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan aturan-aturan lainnya yang mengatur tentang asas, prinsip, nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku ASN.

“Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai ASN, kita telah dibekali Undang-undang dan aturan-aturan lainnya. Oleh karena itu,  saya mengajak pada diri saya sendiri dan seluruh jajaran pimpinan dan ASN di semua tingkatan pemerintahan dan bidang tugas,  agar berhati-hati dalam bermedsos. Intinya kita harus berhati-hati dengan jari-jari kita, terlebih kita sebagai ASN,” demikian disampaikan Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Kab Purbalingga R Imam Wahyudi SH MSi membacakan sambutan Bupati Purbalingga pada acara apel kerja 17an bagi ASN dilingkungan Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Kamis (17/10).

Selanjutnya kepada segenap ASN diminta agar menjalankan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang. Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga telah melayangkan imbauan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pusat dan daerah untuk melarang ASN di lingkungannya menyampaikan dan menyebarkan berita berisi ujaran kebencian perihal sara, serta mengarahkan ASN agar tetap menjaga integritas, loyalitas, dan berpegang pada empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Imam mencontohkan telah terjadinya bias informasi yang menyebar melalui media daring. Akibat dari unggahan oleh beberapa istri aparatur negara yang mengarah pada berita hoax dari kejadian penusukan Menkopolhukam Bapak Wiranto saat beliau ada di alun-alun Menes, Pandeglang Banten pada Kamis, 10 Oktober 2019 lalu. Atas unggahan yang dilakukan tersebut, negara turun tangan dengan memberikan hukuman disiplin bagi ASN bersangkutan.

“Untuk membantu pemerintah memberantas penyebaran berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian bermuatan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang berpotensi sebagai sumber perpecahan bangsa, kepada ASN saya minta agar menjalankan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN,” kata Imam.

Menurut Imam, bentuk aktivitas ujaran kebencian yang masuk dalam kategori pelanggaran disiplin, yang pertama adalah menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Nkri, Dan Pemerintah; kedua menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis lewat media sosial yang mengandung ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antar golongan; ketiga menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian (pada poin 1 dan 2) melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost instagram dan sejenisnya).

Berikutnya yang keempat adalah mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Nkri, dan Pemerintah; kelima mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Nkri, dan Pemerintah; keenam menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana pada poin 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet, atau comment  di media sosial.

“Bagi ASN yang terbukti melakukan pelanggaran pada poin 1 sampai 4 dijatuhi hukuman disiplin berat dan ASN yang melakukan pelanggaran pada poin 5 dan 6 dijatuhi hukuman disiplin sedang atau ringan. Penjatuhan hukuman disiplin itu dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak perbuatan yang dilakukan oleh ASN tersebut,” kata Imam. (t/humpro2019).