PURBALINGGA – Kader-kader kesehatan yang ada di tiap desa diminta untuk lebih responsif berkordinasi apabila menemui permasalahan kesehatan yang dialami masyarakat. Hal itu diungkapkan dalam Pembinaan Kader oleh Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon MM dalam rangka Upaya Pencegahan Penyakit DBD dan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Puskesmas Bojongsari, Selasa (2/4).

“Saya ingin kader-kader kesehatan bisa responsif ketika ada permasalahan ditemui di lapangan segera kordinasi dengan kepala Puskesmas. Sekiranya tidak ada jawaban bisa kordinasi dengan Pak Hanung (Kepala Dinas Kesehatan Purbalingga). Karena sebagai kader kesehatan, berarti sudah bagian dari duta pemerintah karena telah bantu sosialisasikan program,” katanya di hadapan 324 kader kesehatan se-Bojongsari.

Ia juga mengajak mereka untuk mengoptimalkan di sisi pencegahan daripada pengobatan. Mulai dari pencegahan penyakit DBD, mereka diminta untuk rutin melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk  (PSN) mulai dari skup paling kecil di rumah sendiri baru ke orang lain.

Sementara untuk mewujudkan Open defecation Free (ODF) atau bebas buang air besar sembarangan, Plt Bupati Tiwi juga megajak agar kader bisa bekerjasama dengan pemerintah desa untuk bersama-sama menyelesaikan masalah sanitasi ini. Yakni agar pemerintah desa dapat mengalokasikan Dana Desa untuk membantu jambanisasi ataupun pemasangan jamban.

Terkait setelah kegiatan gebyar Gerakan Masyarakat hidup Sehat (Germas) selesai di 22 puskesmas se-Purbalingga, ia meminta agar tidap puskesmas untuk mengadakan program monitoring dan evaluasi. Yakni untuk mengetahui sudah sejauh mana pesan-pesan Germas dipraktekan oleh masyarakat.

Sementara itu Kepala Puskesmas Bojongsari, Sujarwo SIP SKM memaparkan, kejadian DBD di Bojongsari kali ini cukup tinggi. Selama 3 bulan pertama 2018 lalu hanya ada 4 orang, sedangkan 2019 sudah ada 31 penderita.

“Diperkirakan karena curah hujan tinggi dibanding sebelumnya. Bahkan yang seharusnya sudah kemarau, sat ini masih hujan. Sehingga terjadi genangan penampungan air  di mana-mana seperti bak mandi, bak wudhu, gentong, tower, ban bekas, bekas gelas, tempurung , tempat minum burung potongan bambu dan sebagainya,” katanya.

Upaya yang dilakukan yakni PSN lintas stakeholder tingkat puskesmas. Setiap keluarga juga diharuskan ada 1 kader, sehingga dibentuk Kader Cantik atau Kader Pencegah Perkembangbiakan Jentik. PSN dibutuhkan seminggu sekali

Tercatat di Bojongsari terdapat House Indeks (HI) 4,4%, Container Index (CI) 90,6% dan Angka Bebas Jentik 97%. Permasalahannya adalah masih terdapat HI dan, Angka Bebas Jentik yang masih tinggi.

DI wilayah Puskesmas Bojongsari terjadi penurunan AKI, dari  2 kasus di 2017, menjadi  1 kasus di 2018. Sedangkan 2019  sampai maret tidak ada. Upaya penurunan diantaranya dimulai pemeriksaan calon pengantin, ANC secara terpadu.

“Kami juga melaksanakan program inovatif Jelita Amat (Jemput dan layani ibu hamil dan balita agar selamat). Khususnya di 4 desa yakni Bumisari, Pekalongan, Banjaran dan Galuh yang jauh dari puskesmas. Layanan jemput ini terdiri dari dokter, bidan, perawat, dokter gigi, promkes dan laborat,” katanya.

Selain itu juga ada Kelas Ibu Hamil setiap desa, Pertemuan Waliresti, pemeriksaan ibu hamil oleh dokter spesialis satu tahun dua kali, serta kemitraan dengan dukun bayi terkait apa yang boleh dan tidak untuk dilakukan.

Kecamatan Bojongsari beru 2 desa yang sudah ODF dari 13 desa. Kendala yang dialami yakni belum adanya akses jamban sebagian besar yang sebagian besar dari kalangan kurang mampu sehingga pengadaan perlu bantuan dari desa, swasta, atau bagi yang mampu. (Gn/Humas)