PURBALINGGA, INFO – Komunitas Teater Sastra Perwira (Katasapa) Purbalingga mementaskan teater berjudul Legenda Siwarak secara virtual. Pementasan teater ‘Legenda Siwarak’ dilakukan di Pendapa Umah Wayang Desa Selakambang, Sabtu Malam (28/11) dan disiarkan secara live streaming melalui YouTube Misbar Purbalingga.

Pengurus Katasapa, Trisnanto Budidoyo mengatakan pentas teater ‘Legenda Siwarak’ merupakan teater kedua yang dipentaskan Katasapa Purbalingga pada program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Naskah ‘Legenda Siwarak’ ditulis oleh Endang Dwiyanti yang juga sebagai sutradara pementasan teater ‘Legenda Siwarak’.

“Pentas ini merupakan hasil dari peserta workshop teater yang diselenggarakan oleh Katasapa Purbalingga,” kata Trisnanto, Selasa (1/12).

Endang Dwianti, Sutradara Cerita ‘Legenda Siwarak’ mengatakan kisab tersebut bercerita tentang penyebaran agama islam di Purbalingga oleh dua orang tokoh agama. Ahmad dan Muhammad merupakan seorang tokoh yang terkenal dalam Legenda Siwarak.

“Kedua tokoh tersebut memiliki pengikut yakni Bangas dan Bangis,” kata Endang yang dihubungi secara terpisah.

Penyebaran agama islam yang dilakukan Ahmad dan Muhammad ternyata diketahui Kerajaan Majapahit. Hingga kemudian dari Kerajaan Majapahit mengutus Ki Sutaraga untuk membunuh Ahmad, Muhammad dan kedua pengikutnya.

“Hingga suatu saat Ki Sutaraga bertemu dengan Ahmad dan Muhammad yang menyamar sebagai petani. Keduanya mengatakan Ahmad dan Muhammad masuk ke jurang dan mati dimakan harimau,” terangnya.

Ki Sutaraga pun gembira mendengar kabar tersebut dan memberikan pengumuman kepada masyarakat jika Ahmad dan Muhammad telah mati. Pengikut Ahmad Muhammad, Bangas dan Bangis tidak percaya kalau majikannya telah mati.

“Keduanya lalu menantang Ki Sutaraga. Karena tidak mau melawan, Ki Sutaraga malah mengutuk keduanya menjadi warak atau badak yang dipercaya menjadi asal muasal nama Desa Siwarak,” lanjut Endang.

Pentas teater ‘Legenda Siwarak’ diperankan oleh Endang Dwianti, Rahayu Retno Asih, Imelda Asyifa Putri, Galuh dan Dias Adiyatma. Pentas teater tersebut menggunakan bahasa Jawa dialek Banyumasan. (Lilian Kiki Triwulan)