PURBALINGGA – Kabupaten Purbalingga saat ini berkomitmen membangun jejaring pembangunan dan pelayanan publik melalui pengembangan kerjasama daerah. Kebijakan itu mesti diikuti dengan penguatan berbagai regulasi kebijakan daerah kabupaten Purbalingga. Hal itu diungkapkan oleh DR. Tedi Sudrajat, SH, MH, dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto pada acara Workshop Pengembangan Kerjasama Daerah Kabupaten Purbalingga di Ruang Rapat Ardi Lawet Setda Purbalingga, Selasa (31/7).

Menurut Tedi Sudrajat, pengembangan kerjasama daerah harus diawali dengan penguatan regulasi atau peraturan yang harus dimiliki kabupaten Purbalingga. Artinya, lanjut Tedi, pondasi kebijakan-kebijakan daerah harus sinkron antara RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah), RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Kemudian penguatan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan kalau bisa juga disusun kebijakan mengenai rencana pembangunan industri kabupaten 20 tahun kedepan serta rencana detail tata ruang kota.

“Artinya kebijakan itu menjadi pondasi untuk pengembangan kerjasama daerah. Kalau kebijakan hukum itu sudah kuat, nanti pengembangan daerah akan lebih mudah,” katanya dalam acara yang dibuka oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretaris Daerah (Sekda) Drs. Agus Winarno, MSi.

Menurutnya, banyak potensi kabupaten Purbalingga yang dapat dikembangkan melalui konsep kerjasama daerah. Seperti industri pariwisata dimana kunjungan wisatawan ke Purbalingga  menempati urutan ke empat se Jawa tengah kemudian komoditas knalpot yang telah dikenal luas baik di regional maupun nasional. Potensi – potensi itu masih bisa dikembangkan untuk mendukung pengembangan daerah.

“Itu bisa dikerjasamakan. Saya ingin menekankan bahwa kerjasama itu tidak hanya terkait dengan hal ekonomi. Terkait dengan sosial, pemerintahan dan pelayanan publik juga menjadi hal yang penting. Asalkan konsep kerjasama itu menguntungkan para pihak dan kedepannya dapat membangkitkan aspek ekonomi, sosial dan pemerintahan,” jelasnya.

Narasumber lainnya, Dwiyanto Indiahono, S.Sos, MSi Dosen pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Unsoed menandaskan bahwa setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda dan hampir tidak ada daerah yang sempurna. Sehingga kerjasama daerah harus didasarkan pada keunggulan komparatif.

“Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kerjasama dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan,” katanya.

Kerjasama itu, lanjutnya dapat dilakukan dengan daerah lain, pihak ketiga seperti pihak swasta, organisasi kemasyarakatan dan lembaga nonpemerintah lainnya. Kerjasama juga dapat dilakukan dengan lembaga atau pemerintah derah di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Kerjasama itu dapat berupa penyediaan pelayanan publik, pengelolaan aset untuk meningkatkan nilai tambah pada PAD, investasi serta kerjasama lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.

Dwiyanto berpesan, agar sebelum melakukan kerjasama harus dipastikan dapat menyelesaikan masalah publik, dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, meningkatkan daya saing daerah dan bisa membuat profil daerah. “Tentukan juga komoditas yang dapat dikembangkan, sektor yang dapat mengundang investasi, melihat posisioning daerah dan mitra serta memastikan kerjasama itu dilakukan sesuai prosedur,” pungkasnya.

Sementara, Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Agus Winarno berharap melalui workshop pengembangan kerjasama daerah akan memunculkan solusi kerjasama dengan pihak tertentu untuk meningkatkan capaian kinerja khususnya dibidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi. Sehingga pada giliranya dapat makin mendongkrak kinerja pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

“Saya minta OPD (organisasi perangkat daerah-red) mulai mengenali potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh internal OPD dan permasalahan yang dihadapi masyarakat utamanya yang terkait tugas dan fungsi OPD masing-masing,” katanya.

Identifikasi potensi dan permasalahan itu, lanjut Agus, dapat dijadikan dasar alternatif jalan keluar apakah dapat dilaksanakan oleh (OPD) sendiri, diserahkan sebagai inisiatif dan prakarsa keswadayaan masyarakat atau berpeluang dikerjasamakan dengan pihak-pihak tertentu. (Hr/humas)