PURBALINGGA, HUMAS – Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih didominasi perempuan baik dewasa maupun anak-anak. Dari 138 kasus yang ditangani Tim Harapan sejak tahun 2007 hingga Juni 2012, sebanyak 131 kasus atau 94,9 persen diantaranya menimpa perempuan.

“Dari 138 kasus itu, 64 kasus menimpa perempuan dewasa dan 74 kasus pada anak-anak. Sedangkan pelaku seluruhnya adalah laki-laki, yaitu 108 dewasa dan 74 anak-anak, atau total pelaku 157 orang sejak tahun 2007 hingga Juni 2012,” jelas Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Drs Muntaqo Nurhadi dalam Sosialisasi Tim Pelayanan Terpadu Penanganan Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Graha Srikandi, Rabu (4/7).

Sementara itu, pembicara dari Polres Purbalingga, Aipda Endang Iswarani mengatakan, jumlah kasus yang dilaporkan sebenarnya cukup banyak dan tidak semua kasus berlanjut pada persidangan. Biasanya setelah diberitahu tentang pasal-pasal yang akan menjerat pelaku, saksi korban yang kebanyakan para istri menarik kembali aduan/ gugatannya, pelaku misal si suami juga meminta maaf.  

“Kebanyakan kasus KDRT yang terlaporkan ke Polres, bermula dari emosi sesaat. Jadi bukan karena percekcokan yang membutuhkan waktu lama. Biasanya, misal suami yang temperamental, mudah sekali melayangkan tempelangan atau tamparan. Istri melapor, setelah dimediasi, mereka mau berdamai, pelaku meminta maaf, istri menarik laporannya,” jelasnya.

Endang berharap, setelah sosialisasi ini, pelaporan pertama kasus KDRT bisa disampaikan ke kecamatan masing-masing melalui tim pelayanan yang terdiri dari para kader PKK yang telah menjadi relawan Tim Harapan. Meski demikian, tidak masalah jika masyarakat cenderung mantap melaporkan ke kepolisian.

“Saya pernah tanya sama saksi korban, mereka itu melaporkan suaminya yang melakukan kekerasan dengan tujuan agar suaminya dibina, cerai atau dipenjara? Kebanyakan mereka memang hanya minta suaminya dibina, tapi di kantor polisi, biar ada efek jera. Dan memang banyak suami yang kapok dan akhirnya minta maaf dan berjanji tidak mengulangi,” imbuhnya.

Kenyataannya, untuk kasus perceraian yang disebabkan KDRT memang tidak banyak. Menurut Wakil Ketua Pengadilan Agama Drs Abdul Rozaq MH yang juga menjadi pembicara, dari 1154 kasus perceraian yang diputus selama semester pertama tahun 2012 ini, perceraian akibat KDRT hanya 1 kasus.

“Dari 1154 kasus, 882 diantaranya cerai gugat yang berarti lebih banyak pihak perempuan yang ingin bercerai. Tapi kekerasan yang tercatat disini memang hanya kekerasan fisik. Jadi sangat mungkin istri menggugat cerai suaminya karena mengalami kekerasan psikis, namun dalam persidangan alasannya berbeda, misal masalah ekonomi,” terangnya. (humas/cie)