PURBALINGGA  – Ditengah persaingan antar destinasi wisata dan perkembangan media promosi wisata yang semakin pesat, menuntut kompetensi pelaku wisata untuk bisa mengimbanginya. Pelaku wisata dituntut mampu menjadi winner (pemenang) untuk memberikan pelayanan terbaik, dan bukannya menjadi losser (pecundang). Disisi lain, seorang pelaku wisata harus jeli memanfaatkan peluang promosi wisata agar wisatawan yang hendak berkunjung tertarik  untuk datang menikmati destinasi wisata yang ditawarkan.

            Hal tersebut terungkap dalam pelatihan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku wisata yang digelar di aula Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Senin (30/3). Pelatihan diikuti para pelaku wisata dari desa wisata, pengelola Pokdarwis, petugas obyek wisata dan anggota Paguyuban Wisata Purbalingga (Wisbangga). Pelatihan dilaksanakan selama dua hari hingga, Selasa (31/3). Penyaji materi pada hari pertama terdiri dari Kabid Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga yang membawakan materi ’Menjadi Pemenang atau Pecundang’, dan Wakil Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (FK Deswita) Provinsi Jateng, Aris Widianto dengan materi ’Strategi Promosi dan Pemasaran Wisata’.

            Prayitno yang membawakan materi cukup menarik dan menampilkan contoh-contoh melalui cuplikan film membuat para pelaku wisata termotivasi. Seperti halnya ketika mencontohkan video audisi x-Factor dengan peserta Christoper Malone. Sosok Malone yang memiliki talenta bernyanyi hebat, namun selalu takut ketika tampil. Malone  dalam tayangan video itu menyatakan, dirinya selalu ingat omongan negatif orang-orang akan kemampuannya. Namun, singkat certa, berkat dorongan sang nenek, Malone mampu yakin akan menjadi juara serta menjadi penyanyi terkenal.

”Ada substansi yang bisa dipetik pada diri Malone adalah seorang pemenang (winner) tidak takut kalah. Begitu juga dengan pelaku wisata, khususnya di desa wisata, harus mampu melawan rasa takut, melawan rasa minder agar bisa tampil baik dalam mempromosikan desanya semenarik mungkin,” tutur Prayitno.

            Dibagian lain, Prayitno juga menggambarkan jika pelaku wisata harus mampu menanamkan kata-kata dan pikiran sehingga wisatawan akan tergugah untuk bersimpati dan mengetahui lebih jauh informasi wisata apa yang disampaikan. Prayitno menggambarkannya dalam sebuah cuplikan video ’I am a blind’.  Seorang lelaki tua dan buta menjadi peminta-minta disebuah lokasi keramaian. Di sebelah lelaki itu tertulis kalimat yang artinya ’Saya buta, tolong saya’. Namun, kalimat itu rupanya tidak membuat simpati orang yang lalu lalang lewat. Suatu ketika lewatlah seseorang wanita yang mengganti kalimat itu menjadi lebih halus, ’Hari ini hari yang indah, namun sayang, saya tak bisa merasakannya’.   

”Pemilihan kata dan kalimat yang tepat ini yang perlu menjadi dicontoh oleh pelaku wisata dalam membuat leaflet atau pamflet destinasi wisata,” kata Prayitno.

Seorang pemenang, lanjut Prayitno, memiliki sikap. Antara lain, harus berkata lembut, jujur, berani mengakui kesalahan dan selalu sabar mendengar. ”Seorang pelaku wisata harus mampu mengoreksi diri, yakin, memegang teguh karakter positif, bekerja keras, bekerja dengan prioritas, memiliki komitmen untuk berubah, terbuka, mengambil tanggung jawab dan kreatif,” katanya.

SPG Wisata

Sementara itu, Aris Widianto mengungkapkan, peran promosi dan pemasaran wisata sangat besar pengaruhgnya untuk menarik kunjungan wisatawan.  Wisatawan akan tertarik jika kemasan promosi menarik dan tidak bertele-tele. Begitu juga dengan pelaku wisatnya, harus memiliki penampilan menarik, supel agar calon konsumen menjadi yakin dan tertarik untuk datang ke destinasi wisata yang ditawarkan. ”Boleh saja, strategi pemasaran wisata mencontoh seperti strategi pemasaran rokok. Selain menggunakan media internet, petugas yang diterjunkan untuk promosi juga harus menarik, bisa seperti Sales Promotion Girls (SPG) rokok yang berpakaian seksi dan menarik,” ujar Aris. (y)