PURBALINGGA – Plt Bupati Purbalingga bersama Sekretaris Daerah (Sekda), Asisten Sekda, Kepala Bagian Setda dan sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melaksanakan kunjungan kerja ke Kabupaten Banyuwangi, Selasa (28/8). Kunjungan kerja ini dalam rangka Peningkatan Kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Purbalingga untuk mempelajari berbagai hal yang dinilai positif di Kabupaten Banyuwangi

Plt Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi SE BEcon dalam kedatangannya ke kantor Bupati Banyuwangi menyampaikan  bahwa Pemkab Purbalingga pada kesempatan kali ini salah satunya tertarik dengan pengembangan pariwisata dan penyelenggaraan festival yang mendukung pariwisata di Banyuwangi.

“Kita ingin belajar pengelolaan pariwisata Banyuwangi yang saat ini dijuluki sebagai The City of Carnival and Festival jadi saking banyaknya katanya ada 77 festival kami ingin belajar mengemas event pariwisata yang diminati wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Kami kabupaten no 4 kunjungan pariwisata terbanyak di Jateng, kami juga sedang kembangkan desa wisata dan kebetulan di Banyuwangi dapat penghargaan dari Kemendes yaitu Desa Wisata Award, sehingga kami perlu belajar,” katanya dalam pertemuan yang berlangsung di aula Kantor Bupati Banyuwangi.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banyuwangi Dr Suyanto Waspo Tondo Wicaksono MSi memaparkan menggarap sektor pariwisata menjadi pilihan Kabupaten Banyuwangi karena menurutnya paling cepat mendatangkan uang. Meski demikian, karakter pariwisata yang diunggulkan adalah wisata alam atau ecotourism.

“Kami sudah punya pantai gunung lembah sawah hutan dan lain-lain. Kalau kami pilih wisata buatan akan kalah dengan Batu, Surabaya, dan Jogja,” katanya.

Trend ecotourism menurut surveinya sedang mengalami kenaikan trend dengan segmen konsumen wisatawan high class. Hal itu seperti hasil survey yang ia lakukan di Ubud dan Bali Barat yang dibandingkan dengan Sanur maupun Kuta.

Salah satu wisata alam Banyuwangi, ia mencontohkan wisata jalan kaki Camino de Ijen. Yakni berjalan kaki 100 km ke pantai dengan tempat menginap di home stay rumah penduduk. Meski wisata ini laku bagi wisatawan meskipun memakan biaya Rp 2,5 juta per orang.

Untuk mendukung sektor pariwisata, Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD juga diwajibkan setiap programnya memiliki sinergi dengan SKPD lain. Misalnya DPA pemeliharaan dam dan saluran Dinas Pengairan disiniergikan dengan Dinas Pariwisata maka dilakukan pengecatan berwarna-warni, sehingga menjadi wisata baru. Contoh lain Dinas Pekerjaan Umum membangun jalan juga untuk mendukung kepentingan akses wisata.

“Tidak kami setujui DPA-SKPD untuk kepentingan sendiri (instansi tersebut), tapi harus saling mendukung untuk kepentingan SKPD lain,” katanya.

Sedangkan menyelenggarakan aneka festival di Banyuwangi merupakan upaya pemerintah agar dilirik pemerintah pusat maupun provinsi. “Festival yang kami selenggarakan juga aneh-aneh supaya orang tertarik hadir. Bahkan toilet juga kita jadikan festival, hingga akhirnya sekarang tembus 77 festival. Sekarang trendnya setiap desa berlomba-lomba agar festival di desanya terdaftar dalam Festival Banyuwangi,” katanya.

Penyelenggaran festival di Banyuwangi, kata Suyanto tidak dibebankan kepada APBD, melainkan swasta yang diatur dengan berbagai standard atau Prosedur Tetap (Protap).

“Jazz gunung kita protapkan minimal artisnya ini, sound system minimal sekian tempatnya minimal sekian, tiketnya sekian, jadi Jazz vvip disini tiketnya Rp 2 juta dan laku di Banyuwangi. Yang beli bukan orang Banyuwangi, tapi orang Surabaya, Jakarta, Semarang. Ini dulu yang menangani kita, namun pelan tapi pasti kita serahkan ke swasta. Kita hanya mempromosikan dan mengawasi,” katanya.

Demikian dengan wisata jalan kaki Camino de Ijen juga dengan penyelenggaraan swasta termasuk rute. Sedangkan pemda hanya membantu membina masyarakat untuk menyediakan home stay yang berkualitas melalui anggaran pelatihan pelaku wisata.

“Itulah mengapa kami tidak izinkan berdirinya hotel melati karena agar mereka pergi ke home stay, kalau hotel melati umumnya hanya dipakai untuk jam-jaman, itu nakal. Kami hanya mengizinkan hotel bintang 3 ke atas,” katanya.

Sementara Bupati Banyuwangi H Abdullah Azwar Anas MSi menambahkan pariwisata bukan semata-mata mendatangkan wisatawan, tapi ini hanya trigger mengingat pariwisata itu menjadi lokomotif untuk menggerakan banyak sektor yang lain.

“Kalau wisata kita keliru menentukan, maka akan jadi problem. Maka kita putuskan ecotourism. Potretnya kita punya wisata Pulau Merah, disana tidak ada restoran hotel mewah, karena kita tidak sediakan IMB bagi mereka. Yang ada restoran rakyat,” katanya.

Hal itu bagian dari Pemkab Banyuwangi untuk memproteksi bahwa tidak semua tempat yang indah diberikan kepada investor. Sebab umumnya selama ini banyak tempat-tempat indah atas nama PAD dan investasi dirampas semuanya oleh investor dan rakyat tidak punya akses ke tempat itu.

“Pulau merah mejadi potret sebagai tempat yang indah namun masih bisa diakses (pemanfaatannya) oleh rakyat,” katanya.(Gn/Humas)