PURBALINGGA – Komisi B DPRD Kota Semarang mengakui perkembangan destinasi pariwisata di Purbalingga sangat menarik jika dibanding kora Semarang. Destinasi pariwisata dengan ikon utama Owabong mampu menyedot wisatawan dan pendapatan daerah serta menggerakkan perekonomian masyarakat.

DSCN5883

“Di Kota Semarang, kami akui obyek wisatanya sangat jauh tertinggal. Seperti kebun binatang Tinjomoyo, Wonderia dan obyek wisata lain, ibarat mati segan hidup tak mau,” tutur Danur Rispriyanto, salah seorang anggota komisi B DPRD kota Semarang saat melakukan studi banding kepariwisataan di Purbalingga. Rombongan yang berjumlah 10 orang diterima oleh Ketua Komisi III DPRD Purbalingga Hartoyo, Kepala Bidang (Kabid) Pariwisata pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Ir Prayitno, M.Si di ruang kepanitiaan DPRD setempat, Kamis (17/10).

Danur mengungkapkan, ketika dirinya bersama rombongan menginap di Owabong Cottage, rasanya sangat berbeda dibanding menginap di hotel. “Aura kamarnya tidak menakutkan dan sepertinya bersahabat untuk menjadi tempat tinggal saat liburan,” ungkap Danur.

Danur mengatakan, di kota Semarang belum ada destinasi wisata yang menarik kunjungan wisatawan. ”Kami ingin belajar tentang pariwisata di Purbalingga, kalau di Semarang wisata yang ada kebanyakan berupa event sesaat dan ada juga wisata yang dilarang Tuhan,” ujar Danur yang mengistilahkan wisata negatif (wisata seks) dengan wisata yang dilarang Tuhan.

Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang lainnya, Ir Johan Rifai juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, meski di Jateng banyak obyek waterpark yang bersaing dengan Owabong, namun Owabong memiliki keunikan akan airnya yang jernih. “Keluarga dan anak-anak sengaja saya ajak dalam kunjungan ini,” ujar politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Johan Rifai mengaku kagum dengan Purbalingga yang kotanya kecil dan jarang hiburan, namun mampu menyumbang pajak hiburan yang tinggi hingga Rp 2,8 milyar pada tahun 2012. Begitu pula dengan pendapatan Owabong yang mampu menutup biaya operasional dan menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lumayan tinggi bagi daerah. “Saya juga memuji Owabong yang mampu mengembalikan modal pembangunan sebesar Rp 13,5 milyar hanya dalam waktu 3 tahun,” tutur Johan yang juga alumni Fakultas Peternakan Unsoed ini.

Ketua Komisi III DPRD Purbalingga Hartoyo mengungkapkan, ketika pembangunan Owabong pada awalnya sekitar tahun 2004 – 2005 boleh dibilang banyak yang menyangsikan. Seolah pembangunan Owabong hanya akan menjadi bangunan monumen yang gagal. Namun, pandangan negatif dari sebagian masyarakat bisa ditepis. “Kami akui, kerjasama eksekutif dengan legislatif sangat terjalin baik dalam upaya pengembangan pariwisata. Ketika awal membangun Owabong, kami tidak lepas juga dari pro dan kontra atas kebijakan itu. Namun setelah kami meyakinkan, akhirnya pembangunan Owabong dapat berjalan baik dan bisa menjadi destinasi wisata unggulan di Purbalingga,” kata Hartoyo.

Sementara itu Kabid Pariwisata Ir Prayitno, M.Si mengungkapkan, kerangka pengembangan sebuah obyek destinasi wisata tidak bisa lepas dari kerangka 4 F yakni fun, food, family shelter dan fashion. Keempat faktor itu saling terkait dan menjadi pertimbangan wisatawan yang datang. Disisi lain, penyediaan infrastruktur berupa jalan yang baik  menuju obyek wisata juga menjadi daya dukung untuk menarik wisatawan.

“Kebijakan pembangunan destinasi wisata yang diterapkan, tetap memperhatikan aspek ekonomi masyarakat khususnya disekitar obyek wisata. Hal ini terbukti, sektor pariwisata mampu menjadi prime mover berkembangnya sektor-sektor lain yang pada akhirnya akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Prayitno.

Prayitno menambahkan, dalam hal promosi wisata yang menjadi kunci pokok menarik wisatawan, Pemkab tidak membedakan antara obyek wisata milik swasta dan milik Pemkab. “Kami berupaya mempromosikan melalui berbagai media dan ruang seluruh potensi wisata yang ada, termasuk obyek wisata milik swasta,” tambah Prayitno. (y)