PURBALINGGA, HUMAS – Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran Pemkab Purbalingga diingatkan untuk  menjalankan ‘Moh Limo’.  Falsafah ‘Moh Limo’ adalah pesan Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang tinggal di Ampeldento atau sekarang disebut Surabaya. “Falsafah Moh Limo yang kemudian diajarkan oleh Raja Majapahit yakni Prabu Brawijaya di wilayahnya, tentu patut untuk menjadi pegangan para PNS,” pesan Kepala DPU Ir Sigit Subroto, MT  yang menjadi inspektur upacara pada upacara luar biasa di halaman Pendopo Dipokusumo, Senin (9/4).

Falsafah ‘Moh Limo’ dimaksud, jelas Sigit Subroto, pertama moh main atau tidak mau berjudi. Jaman dulu ketika ada kasino atau nalo, banyak PNS yang suka judi. “Tapi dengan bergesernya waktu, saat ini sudah semakin berkurang. Perkembangan sikap ini tentu menjadi hal yang menggembirakan,” katanya.

Kemudian Moh kedua, yakni moh ngombe atau tidak mau minum arak atau mabuk-mabukan. Bisa dibayangkan kalau seorang PNS dalam keadaan mabuk, sedangkan dia harus membuat keputusan yang terkait dengan pekerjaan, maka keputusan yang diambil tentu tidak tepat atau tidak bijaksana. Moh selanjutnya yakni Moh Maling atau tidak mau mencuri. “Hal ini merupakan pesan yang sangat penting bagi PNS, karena dengan kesempatan dan kewenangannya, seorang PNS dapat tergoda pada hal yang tidak terpuji tersebut,” kata Sigit.

Keempat, masih kata Sigit, yakni Moh Madat atau tidak mau menghisap candu, ganja atau narkoba. Perlu disadari bersama bahwa anggota tubuh yang paling berharga adalah otak, sedangkan dengan madat maka otak tidak bisa bekerja dengan baik. “Akibatnya orang yang pinter jadi bodoh atau teler, apalagi yang bodoh menjadi tambah kacau pikirannya,” pesan Sigit.

Pesan kelima yang juga sangat penting dan perlu mendapat perhatian khususnya PNS laki-laki adalah moh madon atau tidak mau berzina atau main perempuan yang bukan istrinya. Biasanya bagi PNS yang sudah berkecukupan atau PNS yang sudah memiliki jabatan dan uang, maka godaan ini akan mengancam. “Walaupun ada yang mensiasati dengan kawin siri, tapi pada akhirnya berdampak negatif terhadap karir dan kebahagiaan rumah tangga,” pesan Sigit.

Dibagian lain Sigit berpesan agar seorang PNS hendaknya membuat jejaring kerja yang luas guna menambah kelancaran tugas. Sigit mengutip pendapat Prof Eko Budiharjo, mantan rector Undip yang juga putra asli Purbalingga,’ konco sewu kurang, musuh siji kakean. “Artinya kita harus berteman dengan banyak orang untuk membangun jejaring itu, dan menjauhi bermusuhan dengan satu orang sekalipun. Musuh dapat membuat kita susah, bisa saja mengirim melalui surat kaleng, SMS dan lainnya,” kata Sigit.

Sigit menambahkan, PNS hendaknya juga menjalani kehidupan karir sesuai tahapan yang wajar, jangan serba instan atau cepat. Tidak perlu keburu nafsu, agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan. Sigit menggambarkan seperti dalam syair lagu Jawa,  e-dayohe teko, e gelarno kloso, e klosone bedah, e tambalen jadah, e  jadahe mampu, e pakakno asu, e asune mati, e buangno kali, e kaline banjir, e buang no pinggir.

“Bagi PNS yang suka grusa-grusu ingin cepat naik pangkat secara tidak wajar, diibaratkan merubah syair itu menjadi, e dayohe teko, e pakakno asu. Atau e dayohe teko, e buangno kali,” ujar Sigit yang disambut senyum para PNS. (Humas/y)