PURBALINGGA –Pentingnya peranan profesi Terapis Wicara dalam mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus masih belum mencukupi. Profesi tersebut harus mampu memberikan pelayanan yang optimal dalam tumbuh kembang anak yang memiliki kebutuhan khusus agar mampu berperan serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

 “Mereka perlu mendapatkan bimbingan dan pendampingan secara khusus untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat gangguan yang diderita,” kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Kabid Dikdas) Dinas Pendidikan Purbalingga, Sarjono saat ditemui pada Penyuluhan Profesi dan Pelayanan Terapi Wicara di SD Purba Adhi Suta, Sabtu (15/10).

Sarjono menambahkan, keistimewaan yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus harus terus digali potensinya. Disinilah pentingnya peranan profesi keterapian, keluarga, pendidik dan masyarakat untuk bekerja sama dalam memotivasi dan mendorong anak supaya mereka dapat menjadi putra putri yang berakhlak mulia, berintelejensi dan berprestasi.

Perlu adanya pelayanan terbaik yang dilakukan oleh seluruh pihak terkait dalam melakukan inovasi dan pembenahan demi tercapainya pelayanan yang terbaik. Penambahan dan pengoptimalan tenaga terapis perlu ditambahkan untuk menangani kasus anak-anak yang mengalami kesulitan berkomunikasi dengan berbagai jenis pelayanan terapi wicara.

Ketua Ikatan Terapis Wicara Indonesia (Ikatwi) Jawa Tengah, Hafidz Tri Antoro menyampaikan pentingnya profesi terapis wicara dalam membantu menangani kasus anak berkebutuhan khusus harus diketahui oleh orang tua dan masyarakat. Hal itu mengacu pada minimnya pengetahuan mengenai penanganan anak yang memiliki gangguan berkomunikasi.

 “1:300 orang memiliki gangguan dalam berkomunikasi, maka dari itu perlu adanya pelayanan dan orang-orang yang membidangi hal tersebut untuk dapat mengatasi anak-anak berkebutuhan khusus,” tambah Hafidz.

Hafidz menegaskan, saat ini jumlah tenaga Terapis Wicara di Indonesia sekitar 1000 orang, jumlah yang masih sangat sedikit dibandingkan dengan kasus yang harus ditangani. Sedangkan Purbalingga hanya memiliki satu orang yang berprofesi sebagai terapi wicara yang bertempat di SD Purba Adhi Suta. Hal ini mengakibatkan kurang optimalnya pelayanan terhadap anak yang memiliki gangguan komunikasi.

Upaya yang harus dilakukan untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus diantaranya: Mereka diikutsertakan dalam program terapi wicara guna meningkatkan kualitas hidup sang anak. Kemudian para orang tua, pendidik dan masyarakat harus saling terintegrasi untuk melihat tumbuh kembang anak.

Terakhir dengan menambahkan jumlah SDM profesi Terapis Wicara di setiap daerah untuk membantu menangani dan memberikan pelayanan yang optimal untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. (Lilian Kiki Triwulan)