PURBALINGGA, INFO – Setiap bulan sedikitnya 100 ton gula kristal asal Purbalingga di ekspor ke berbagai negara di Eropa dan sejumlah negara Asia. Pasaran terbesar ke Eropa. Gula Kristal adalah gula Jawa (gula merah) organik dalam bentuk serbuk. Harga gula kristal lebih tinggi antara Rp 20 ribu – Rp 22 ribu per kilogram, dibanding gula merah biasa Rp 8.000 per kilogram. Namun sayangnya, ekspor gula tersebut tidak dilakukan langsung oleh eksportir asal Purbalingga, melainkan masih melalui buyer dan eksportir dari luar daerah.

Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Purbalingga, Drs Agus Purhadi Satyo mengatakan, di Purbalingga setidaknya ada lima orang penampung gula kristal untuk pasokan pasar ekspor. Mereka menampung gula kristal dari para petani di seluruh wilayah Purbalingga. Rata-rata dalam setiap bulan, mereka menampung sekitar 18 – 20 ton dari sekitar 18 penderes nira kelapa. “Mereka sudah memiliki buyer masing-masing yang kemudian mengekspornya ke negara-negara Eropa dan sejumlah negara Asia. Merk gula kristal juga bukan dari Purbalingga. Dari petani hanya dikirim dalam bentuk kemasan isi 10 kilogram,” kata Agus Purhadi Satyo.

Agus menyebut, negara yang dituju untuk ekspor gula Kristal Purbalingga seperti Amerika Serikat, Belgia, Italia, serta pasar Asia seperti Jepang dan Australia. “Untuk pasaran ke Jepang, standar yang ditetapkan sangat ketat. Sertifikasi yang dikeluarkan untuk lahan tanaman kelapa, tidak hanya dari Control Union Belanda saja, tetapi ada standar lain dan sertifikasi lain,” kata Agus Purhadi.

Agus menjelaskan, sertifikasi organik memang sangat dibutuhkan sebagai salah satu syarat gula tersebut bisa diekspor atau tidak. Sertifikasi ini dikeluarkan oleh Control Unio, sebuah lembaga sertifikasi organik berkantor pusat di Belanda. Dalam sertifikasi ini secara ketat menyebut, jenis tanah yang digunakan untuk tanaman kelapa, pemupukan yang digunakan dengan pupuk organik, kepastian tidak menggunakan pestisida untuk tanaman. “Sertifikasi ini harganya hingga ratusan juta, dan semuanya dipegang oleh buyer. Petani penderes tidak memiliki daya tawar, karena tidak memegang sertifikasi tersebut,” kata Agus.

Untuk meningkatkan daya saing petani gula, lanjut Agus Purhadi satyo, pihaknya akan memfasilitasi sertifikasi dari Control Union. Fasilitasi untuk tahap pertama dilakukan pada petani penderes di Desa Bumisari, Kecamatan Bojongsari. “Diharapkan, jika petani penderes memiliki sertifikasi sendiri atas areal lahan dan tanamannya, maka mereka bisa memilih akan menjual ke buyer mana, dengan tawaran harga tertinggi. Jika sekarang, petani tidak bisa memilih buyer, karena secara langsung sudah terikat dengen pemegang sertifikasi tersebut,” kata Agus Purhadi.

Sementara itu, Anis Fauzan Zein, owner CV Itrade Internasional yang berkedudukan  di Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar, mengungkapkan, dalam satu bulan, pihaknya menampung sekitar 18  ton gula kristal dari petani Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet dan petani dari Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar. “Gula kristal dari petani, masih kami proses lagi untuk memenuhi standar ekspor. Proses yang dilakukan dengan penyaringan dan peng-ovenan,” kata Anis sembari menambahkan, harga gula dari tingkat petani dengan harga kisaran Rp 15 ribu per kilo.

Sebelumnya, Koperasi Usaha Bersama (KUB) Sari Bumi Purbalingga juga menandatangani kerjasama pemasaran gula kristal dengan CV Hasil Barokah Mandiri Kudus. Kerjasamaini untuk pemasaran gula kristal ke Australia dengan komitmen 32 ton per bulan. Kerjasama juga dijalin dengan PT Giat Bandung untuk pemasaran ke Belgia, dengan nilai produksi yang diminta 26 ton per bulan. (PI-1)