’Unheart’, sebuah lukisan berbahan mix media berukuran 70 x 100 cm terlihat cukup menggelitik. Dari kejauhan, lukisan itu seperti berkesan seram dan menyedihkan. Gambaran tubuh seorang gadis yang dilukis oleh Asri Listyowati, S.Pd, menjadi salah satu karya seni rupa yang dipajang pada acara pameran seni visual dan pagelaran seni bertajuk ’Guru Seni Bergerak’ yang diselenggarakan oleh komunitas Guru Seni Purbalingga di Gedung Bina Sejahtera, Purbalingga, Sabtu – Senin (26 – 28/5). Pameran menampilkan 168 karya seni rupa dari kreasi guru.

            ”Kalau lihat lukisan ini, mungkin terkesan menakutkan ya. Saya juga takut kalau melihat lukisan ini malam hari. Kalau saya taruh di rumah, gambarnya saya balik,” tutur Asri Listyowati , saat menerangkan makna lukisannya.

            Menurut Asri, lukisan yang dibuat selama dua minggu ini digarap dengan penuh perasaan. Setidaknya karena obyek yang digambar seorang gadis, dan pelukisnyapun seorang wanita yang tentu lebih memahami. ”Saking penuh perasaannya, murid-murid saya sempat tanya, kok bu guru melukis sendiri, tapi juga takut dengan lukisannya,” tutur Asri yang seharinya mengajar seni rupa di SMPN 1 Batur, Banjarnegara.

            Asri menuturkan, lukisan yang dibuatnya menggambarkan sosok seorang gadis feminim yang menjadi korban budaya, korban fashion, dan korban penindasan lainnya, misalnya korban laki-laki. Hidupnya serba pahit dan tanpa kebahagiaan yang penuh. ”Sisi kehidupan gadis ini selalu tersakiti, selalu dianiaya, dan terkadang ditipu. Saya ingin menggambarkan itu disamping sisi lain soal kewanitaannya, ”ujar alumni S-1 Pendidikan Seni Rupa UNS Solo ini.

            Sisi gadis yang terluka itu digambarkan dari bentuk pakaiannya yang robek. Di beberapa bagian tubuhnya juga digambarkan ada sayatan-sayatan. Badannya berbelang-belang. Ada kerapuhan. ”Mesti menjadi korban budaya dan korban fashion, namun sejatinya gadis ini tetap berusaha mempertahankan budayanya sendiri. ”Sobekan kain batik yang masih terlihat sedikit membalut tubuhnya, saya gambarkan sebagai suatu budaya yang tetap dipertahankan oleh gadis ini,” ujar wanita kelahiran 5 Agustus 1984 ini.

            Pada lukisan ini juga digambarkan lingkaran-lingkaran yang memberi makna sebagai pilihan hidup. Pilihan hidup itu bagaimanapun harus dijalaninya, meski itu rasanya pahit. Kepahitan hidup itu juga digambarkan dengan permainan warna gelap yang lebih mendominasi.

”Memang ada sedikit warna cerah yang menggambarkan masih ada masa depan yang cerah untuk dilaluinya. Tetapi, gambaran warna gelap saya pahami sebagai sisi gelap yang lebih banyak dihadapinya,” kata wanita yang sudah belasan kali mengikuti pameran diberbagai kota di Yogya, Solo, Jakarta, Malang dan lainnya.

            Selain ’Unheart’, Astri juga memamerkan dua lukisan lain, yakni ’Prayer’ dan ’Kapan Bicara’. ”Lukisan ’Prayer’, sebenarnya merupakan kelanjutnya kisah dari lukisan Unheart. Bagaimanapun sisi pahit kehidupan seseorang harus dijalaninya dengan hati yang kuat. Tak lupa kita harus tetap memanjatkan doa agar diberikan jalan terbaik oleh Yang Maha Kuasa,” tutur ibu satu orang anak ini. (Humas/y)

Asri Listyowati di depan lukisannya berjudul Unheart. Jika ada penikmat seni rupa, Asri rela melepaskannya dengan harga cukup Rp 1 juta. (Foto : Prayitno)